Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika terus melakukan upaya memberantas konten-konten negatif dan
berita bohong (hoaks) lewat kegiatan dialog publik. Ini salah satunya menyasar para generasi milenial yang lekat dengan internet dan gadget.
Staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika , Henry Subiakto mengatakan, karakter generasi milenial saat menjadi sorotan utama
dalam pembangunan komunikasi dan informasi. Smartphone dan koneksi internet, disebutnya sebagai kebutuhan primer bagi generasi
milenial saat ini.
“Mereka (generasi milenial) membutuhkan smartphone dan koneksi internet sebagaimana manusia membutuhkan oksigen,” ujar Henry
dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (28/7/2019).
Menariknya, Henry melanjutkan, karakter generasi milenial di internet selain untuk eksistensi diri di gadget, mereka juga menyukai
inovasi, perhatian pada lingkungan, isu-isu keadilan dan sosial politik. Inilah yang menjadi penyebab terdapat gejala sosial di era digital,
di mana terdapat pembelahan dan diprovokasi oleh isi media sosial yang dipenuhi hoaks dan hate speech, yang secara tidak sadar
mempengaruhi perilaku pengguna aktif media sosial.
“Inilah kenapa literasi menjadi penting. Orang sekarang hanya bisa terpisah 7 menit dengan handphonenya, dan rata-rata 4 jam sehari
terkoneksi dengan internet,” terang Henry.
Henry memaparkan beberapa hal yang menyerang dan mengancam karakter dan persatuan bangsa lewat internet. Pertama,
propaganda asing. Kedua, masuknya propaganda ideologi transnasional seperti NIIS dan ISIS. Ketiga, intoleransi dan radikalisme dan
terakhir adalah weaponization of social media (tempur politik di media sosial).
“Hoax menjadi alat propaganda yang dimanfaatkan banyak pihak, menjadi political game di berbagai negara,” ujarnya.
Co-Founder Peace Generation Irfan Amalee, menyatakan, salah satu penyebab kelompok milenial sangat rentan terkena dampak
propoganda adalah kelompok ini menerima banyak hal dengan terbuka tanpa menyaring atau memfilter informasi yang didapatkan.
"Karena miskin critical thinking makanya kelompok Milenial rentan jadi radikal," ungkap dia.